Makalah FiqihBAB Peradilan
Makalah Fiqih
BAB Peradilan
Madrasah Aliyah Al-Hikam
Jurusan Mipa
Jombang 2020
Directed By:
Ayu fita sari
Indah sholihah wulandari
Intan fahrun ni’am fahreza
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah. Segala puji hanya diserahkan Allah SWT. Yang telah mensyariatkan hukum Islam kepada umat manusia. Shalawat dan salam,semoga Allah SWT. Melimpah kan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pembawa syariat Islam untuk diimani, dipelajari, dan dihayati, serta diamalkan oleh manusia dalam kehidupan sehari hari.
Buku pengamalan fiqih untuk Madrasah Aliyah ini disusus kan berdasarkan standar isi Madrasah Aliyah tahun 2015 mata pelajaran fiqih Madrasah Aliyah
Setiap pembahasan makalah ini, memuat semua komponen yang diperlukan dalam meninggikan kemampuan memahami fiqih. Dalil-dalil yang disajikan relavan. Disamping itu, terdapat pula muatan Akhlak karimah sebagai pendorong terwujudnya tujuan pendidikan dan tanggung jawab sosial yang tinggi, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih apabila ada kritik dan saran membangun untuk perbaikan dan kemaslahatan makalah ini.
Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat dalam upaya pembangunan Akhlak dan budi pekerti generasi muda sehingga kelak akan menjadi generasi yang beriman, bertakwa, berakhlak terpuji, bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan Negara .
Banjarmasin, Agustus 2015
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………i
Daftar Isi………………………………………………………………………………………. ii
Bab I : Pendahuluan………………………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………….....
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………..
Bab II : Pembahasan………………………………………………………………………….. 2
A. Awal Mula Peradilan di Masa Rasulullah………………………………………
B. Sumber Hukum Peradilan………………………………………………………. 3
C. Perangkat-perangkat Lain dalam Sistem Peradilan pada Masa Nabi Muhammad Saw………………………………………………………………….
D. Proses Peradilan………………………………………………………………..... 4
E. Contoh Kasus dan Penyelesaian………………………………………………... 5
Bab III : Penutup……………………………………………………………………………... 6
Kesimpulan………………………………………………………………………….
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….. 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW. sebagai suri tauladan bagi ummat manusia baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Dalam kehidupan dunia manusia tidak pernah lepas dari masalah-masalah keduniaan baik mengenai syariat maupun mu’amalat. Dalam menghadapi segala persoalan kehidupan bernasyarakat Rasulullah sendiri berpeoman kepada Al-Qur’an yang diturunkan Allah kepadanya. Lebih-lebih dalam kehidupan syariat khususnya dalam peradilan, Rasulullah Saw. selalu berpedoman kepada wahyu Allah SWT tersebut baru kemudian beliau menggunakan ijtihad-ijtihad dalam mengambil keputusan hukum tersebut.
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai sejarah peradilan Islam di masa Rasulullah SAW. Melalui beberapa referensi yang didapat sebagai contoh dalam memutuskan perkara dalam peradilan khususnya dalam peradilan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman awal mula peradilan Islam pada masa Rasulullah?
2. Apa saja sumber hukum pada masa Rasulullah?
3. Bagiamana saja proses peradilan pada masa Rasulullah ?
4. Apa saja masalah peradilan dalam kehidupan sehari-hari?
5. Apa saja dalil-dalil masalah peradilan dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui awal mula peradilan Islam pada masa Rasulullah
2. Untuk mengetahui sumber hukum pada masa Rasulullah
3. Untuk mengetahui proses peradilan pada masa Rasulullah
4. Untuk mengetahui masalah-masalah peradilan dalam kehidupan sehari-hari
5. Untuk mengetahui sumber hukum dari masalah peradilan dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Mula Peradilan di Masa Rasulullah
Setelah Nabi Muhammad Saw. diangkat menjadi Rasul, mulailah beliau menyampaikan risalah dakwah kepada penduduk makkah, terutama masalah akidah selama 13 tahun. Kondisi umat Islam masih lemah, baik dari segi kuantitas maupun kekuatan. Berbagai tekanan dan penindasan terjadi, sehingga belum memungkinkan untuk melaksanakan berbagaiketentuan agama terutama masalah peradilan.
Berbeda dengan di Makkah, kondisi Madinah relatif stabil dan jumlah umat Islam semakin banyak, sementara Rasulullah Saw. dijadikan sebagai pemimpin oleh masyarakat Madinah baik umat Islam maupun non-Islam,sehingga sangat memungkinkan untuk melaksanakan berbagai ketentuan agama dan tuntutan syariah. Ketika terjadi permasalahan dimasyarakat, permasalahan tersebut dihadapkan kepada Rasulullah Saw., dan beliau menyelesaikan permasalahan berdasarkan apa yang telah diwahyukan Allah Swt. Kepadanya.
Orang yang pertama menjadi hakim dalam Islam adalah Rasulullah Saw. sendiri. Allah Swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an surat an-Nisa: 65 bahwa di antara fondasi keimanan seseorang adalah menjadikan Rasulullah Saw. sebagai hakim terhadap perkara yang diselisihkan.[1][1]
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Urusan peradilan di daerah-daerah diserahkan kepada penguasa yang dikirim ke daerah-daerah itu dan sekali-sekali pernah pula Rasul SAW menyuruh seseorang sahabat bertindak sebagai hakim di hadapan beliau sendiri. Beliau juga bertindak selaku mufti memberi fatwa kepada orang-orang yang memerlukannya. Maka pada diri beliau berpadulah tiga kedudukan, yaitu selaku hakim, selaku muballigh, dan selaku musysyarri’.
B. Sumber Hukum Peradilan
Rasulullah Saw memutuskan perkara dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt kepadanya. Para penggugat dan tergugat hadir di hadapan Rasulullah Saw, maka beliaupun mendengar keterangan para pihak yang sedang berperkara.[2][2] Adapun dalam penerapan hukum-hukum itu, haruslah diperhatikan prinsip-prinsip tentang pemeliharaan hak-hak sebagaimana keharusan berpegang kepada adanya bukti-bukti dan menetapkan tempat dalil-dalil Syari’at dengan ketentuan tidak boleh menyalahinya sedikit atau banyak. Adapun aturan-aturan tambahan yang dianggap sebagai sendi keadilan, maka berkembang kemudian menurut situasi zaman dan tempat.[3][3]
Pembuktian-pembuktian di masa Rasulullah Saw ialah :
1. Bayyinah
2. Sumpah
3. Saksi
4. Bukti tertulis
5. Firasat
Rasulullah Saw sendiri bersabda:
ألْبَيِّنَةُ عَلىَ اْلمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ اَنْكَرَ
“Keterangan (pembuktian) itu, diminta kepada penggugat sedang sumpah dikenakan atas tergugat”.
Berbagai macam putusan yang Nabi Muhammad Saw. teah tetapkan membuktikan bahwa, Nabi Muhammad Saw. tidak pernah memihak kepada suatu golongan, dan beliau tetap memelihara keadilan dan kejujuran.
C. Perangkat-perangkat Lain dalam Sistem Peradilan pada Masa Nabi Muhammad Saw
Dalam Islam sejak awal bahwa peradilan merupakan sebuah sistem yang selain mencakup proses peradilan atau arbitrasi itu sendiri juga mencakup hal-hal atau lembaga lainnya yang saling mendukung satu sama lain. Dalam diskursus jurisprudensi Islam yang berkembang kemudian, selain istilah qadlā’ (yang berarti peradilan secara umum) dikenal pula istilah Hisbah dan al-Madzalim.
Hisbah didefinisikan sebagai “memerintahkan hal-hal yang baik (ma`rūf) ketika telah mulai ditinggalkan dan mencegah atau melarang kemungkaran ketika dikerjakan”.Dalam perkembangan system peradilan Islam yang terjadi kemudian hisbah menjadi sebuah lembaga (dan petugasnya disebut dengan muhtasib) yang bertugas menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran dengan dibekali hak istimewa untuk menginvestigasi dan mencari-cari perilaku kemungkaran yang mungkin dikerjakan.Dan ternyata, konsep lembaga ini jika dirunut memiliki akar historis pada zaman Rasulullah Saw. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw senantiasa memeriksa keadaan dan kondisi berbagai sisi hidup umatnya. Suatu ketika, saat berjalan-jalan (melakukan inspeksi) di pasar Nabi Muhammad Saw. menjumpai kecurangan yang dilakukan oleh seorang pedagang makanan dan kemudian menegurnya.Sama halnya dengan hisbah, peradilan madzālim juga telah memiliki dasar sejarah di zaman Nabi Muhammad Saw. Madzālim merupakan institusi pembelaan terhadap hak-hak rakyat kecil dari seseorang yang berpengaruh, sehingga sulit bagi pengadilan biasa untuk menyelesaikannya. Nabi Muhammad Saw pernah mencontohkan pembelaan madzālim ini untuk umatnya atas dirinya sendiri dengan mengatakan “barangsiapa yang hartanya telah terambil olehku maka inilah hartaku aku silakan dirinya mengambilnya.Adapun lembaga system peradilan yang lain seperti kepolisian dan penjara, dari catatan sejarah yang ada dapat disimpulkan tampaknya kedua institusi tersebut belum pernah ada di zaman Nabi Muhammad Saw.. Sedangkan konsep “lembaga pengawasan” terhadap peradilan juga bisa ditemukan dalam sejarah peradilan di zaman Nabi. Fungsi pengawasan itu dilakukan oleh wahyu Allah terhadap Nabi Muhammad Saw. Rasulullah juga melakukan pengawasan serta evaluasi terhadap para sahabat yang ditunjuknya untuk menjalanakan peradilan sebagaimana diindikasikan dalam riwayat Hudzaifah ibn Al-Yaman dan Ali yang usai menyelesaikan putusannya melaporkannya kepada Nabi Muhammad Saw. dimana Nabi Muhammad Saw kemudian membenarkannya. Jika putusan kedua sahabat itu salah, tentu Nabi Muhammad Saw-pun akan segera mengoreksinya.[4][4]
D. Proses Peradilan
Pada zaman Nabi Muhammad Saw proses peradilan berlangsung dengan sangat sederhana. Jika ada seseorang yang menemui satu permasalahan maka ia dapat bersegera datang kepada Nabi Muhammad Saw untuk meminta putusan tanpa harus menunggu waktu tertentu maupun mencari tempat tertentu pula. Bahkan kebanyakan dari putusan-putusan (qadlā’) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw lebih bersifat sebagai “fatwa” dengan model tanya-jawab, dibandingkan dengan proses sebuah “pengadilan” dalam bahasa yang sering dipahami di masa sekarang.
Dalam konteks ini Nabi Muhammad Saw juga mengharuskan adanya bukti yang dibawa oleh pelapor dan sumpah bagi yang dilaporkan. Dalam sebuah riwayat dari Ibn `Abbas Nabi Muhammad Saw bersabda: artinya: Seandainya setiap orang diberikan apa-apa yang mereka klaim, maka orang-orang akan mengklaim harta-harta atau jiwa-jiwa suatu kaum. Tetapi (semestinya adalah) bahwa bukti harus didatngkan oleh orang yang mengklaim (pelapor) dan sumpah harus diberikan oleh yang dilaporkan”.(HR.At-Tirmizi) Adapun mengenai masa yang dibutuhkan bagi berlangsungnya proses mulai dari putusan hingga eksekusi tidak menunggu waktu melainkan dijalankan secara langsung oleh Rasullah. Pada zaman Rasulullah Saw ini , hakim dijabat oleh Rasulullah Saw sendiri. Bagi daerah yang jauh, beliau serahkan kursi hakim kepada para sahabat. Misalnya, Ali bin Abi Thalib pernah ditugaskan menjadi hakim di Yaman. Begitu juga dengan sahabat Mu’âdz bin Jabal untuk menjadi gubernur dan hakim di Yaman.[5][5]
E. Contoh Kasus dan Penyelesaian
Ulama meriwayatkan banyak hukum yang dikeluarkan oleh Rasullulah Saw, namun disini ada beberapa kasus yaitu :
1. Rasulullah Saw memutuskan perselisihan antara Abu Bakar dan Rabi’ah Al Aslami tentang tanah yang didalamnya terdapat pohon kurma yang miring. Ada pun batangnya ditanah Robi’ah , sedangkan rantingnya ditanah Abu Bakar, dan masing-masing mengakui bahwa pohon tersebut miliknya.lalu keduanya pergi kepada Rasullulah Saw maka beliau memutuskan bahwa ranting menjadi milik orang yang memiliki batang pohon.
2. Khansa’ Binti Khaddam Alansariah dinikahkan oleh bapaknya sedangkan dia janda dan tidak menyetujuinya,lalu ia datang kepada Rasulullah saw. Maka beliau membatalkan pernikahan tersebut, lalu ia berkata kepada Rasullulah Saw. “ saya tidak menolak sesuatu apapun yang dipeerbuat ayahku , tapi saya ingin mengajarkan kepda kaum perempuan bahwa mereka memiliki keputusan terhadap diri mereka”.
3. Seorang wanita ditalak suaminya , dan suaminya ingin mengambil anaknya darinya , lalu ia dating kepada nabi Muhammad Saw, maka beliaua berkata kepadanya : engkau lebiih berhak dengannya selama engkau tidak menikah.”
4. Onta Barra’ bin ‘Azib masuk kebun orang lain lalu membuat kerusakan didalamnya, maka nabi memutuskan : “ pemilik taman harus menjaganya pada siang hari , dan apa yang dirusak oleh ternak pada malam hari menjadi tanggungaan pemilik ternak.”
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Awal Mula Peradilan di Masa Rasulullah
Peradilan pada zaman Nabi merupakan fase paling penting dalam sejarah peradilan Islam. Pada saat itu Nabi SAW merupakan merupakan pemegang otoritas jurisdiksi satu-satunya meskipun beliau juga pernah mendelegasikan tugas-tugas jurisdiksi tersebut kepada beberapa orang sahabat secara terbatas. Pada zaman itu lembaga peradilan merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemegang kekuasaan pemeritahan secara umum (wilayah `ammah).
Sumber hukum
Sumber hukum yang menjadi referensi adalah wahyu -baik berupa al-Qur’an maupun Sunnah Nabi Muhammad Saw - serta ijtihad. Peradilan di zaman Nabi dan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw sendiri merupakan penerjemahan langsung dari ayat-ayat dan sunnah qauliyah Nabi yang diimplementasikan dalam praktik-praktik yang ideal.
Perangkat-perangkat lain dalam sistem peradilan pada masa Nabi Muhammad Saw
Sistem peradilan yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, merupakan perkembangan yang jauh lebih maju dan teratur dibanding dengan peradilan di zaman Jahiliyah. saat itu juga memberikan pijakan dan prinsip dasar bagi perkembangan sistem peradilan yang berkembang kemudian dalam peradaban Islam yang mencakup penguatan lembaga-lembaga baru seperti hisbah dan peradilan madzālim.
Proses Peradilan
Proses peradilan zaman Nabi Muhammad Saw berlangsung sangat sederhana dan tidak berbelit-belit, namun justru lebih mementingkan substansi dari pada prosesi.
DAFTAR PUSTAKA
Koto, Alaiddin. 2011. Sejarah peradilan islam. Jakarta: pt rajagrafindo
Koto, Alaiddin. 2012. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: Rajawali Pers
Madkur , Muhammad Sala. 1982. Peradilan Dalam Islam. Surabaya : PT.Bina Ilmu
Shalabi, Ahmad.1989. Al-Tashrī` wa Al-Qadlā’ fi al-Fikr al-Islāmi. Kairo: Maktabah al-Naldlah al-Mişriyah
Shiddieqy, Hasbi Ash. 1964. Peradilan dan Hukum Acara Islam. Yogyakarta : PT. Alma’arif
Comments
Post a Comment