Peradilan islam

MAKALAH
Peradilan islam
GURU PEMBIBING:
ACHYAT SAFFIRUDIN
OLEH:
BABIJUK(BAYU BIMO JUKI)
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA PELAARAN
FIQIH
2020


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkatkan kehadirah Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya. Sholawat dan 
salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta ummatnya.
Sehinggah kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘’ PERADILAN ISLAM’’
Tepat pada waktunya adapun tujuaan dari penulisaan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas 
PAK SAFIR pada bidang study mata pelajaran FIQIH.selain itu,makalah ini bertujuan menambah 
wawasan tentang peradilan islam bagi para pembaca dan penulis.saya ucapkan terimakasih



BAB II
KAJIAN TEORI
A. MASALAH
a. Pengertian peradilan
Istilah peradilan diambil dari kata-kata qadha (bahasa arab) yang berarti ‘’memutuskan’’,
memberi keputusan, menyelesaikan
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
د
َولَقَ
َر بَنِ آ ِءي َل ي بَ َّوأ نَا
َ
اِ س ُمبَ َّوا
 ق
َّو ُه م
ِصد
َر َزق نٰ
ِت
َن
ِ م
ي ِ ٰب
 ۚ ا
الطَّ
فَ ا ختَلَفُ وا َحتّٰى َم
ُم
َءهُ
ُم
َجآ
 ِعل
َك
َّن بَّ
ال ۗ اِ
 ي
ِض
َر
 م
بَي نَ ُه
يَق
فِي َكا نُ وا فِي ِه َم ال ا ِقٰي َم يَ وم ِة َ
َن
يَ ختَِلفُ و
"Dan sungguh, Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri
mereka rezeki yang baik. Maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang kepada mereka
pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memberi keputusan
antara mereka pada hari Kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu."
(QS. Yunus 10: Ayat 93)
b. Tata cara menjatuhkan hukuman maenurut al-mawardi
Orang yang mendakwa diberikan kesempatan secukupnya untuk menyampaikan tuduhannya
sampai selesai. Sementara itu terdakwa atau tertuduh diminta untuk mendengarkan dan
memperhatikan semua tuduhan dengan sebaik- baiknya sehingga apabila tuduhan telah selesai
terdakwa dapat menilai benar atau tidaknya tuduhan tersebut.
Sebelum dakwaan atau tuduhan selesai, hakim tidak boleh bertanya kepada pendakwa, sebab
dihawatirkan kan memberikan penagruh positif maupun negatif pada terdakwa.
Setelah selesai pendakwa menyampaikan tuduhannya hakim harus mengecek tuduhan tuduhan
tersebut dengan beberapa pertanyaan yang dianggap penting, selanjutnya tuduhan tersebut harus
disertai bukti bukti yang benar dan kalau tidak terdapat bukti , maka hakim minta agar pendakwa
untuk bersumpah karena sumpah itu adalah haknya. Untuk menguatkan dakwaanya, pendakwa harus
menunjukan bukti- bukti yang benar, apabila terdakwa menolak, maka ia harus bersumpah bahwa
tuduhan atau dakwaan itu salah, Rosulullah saw bersabda :
البينة علي المدعي واليمين علي المدعي عليه
Artinya : pendakwa harus menunjukan bukti- bukti dan terdakwa harus bersumpah (H.R. Baihaqi)
Jika pendakwa menunjukan bukti- bukti yang benar maka hakim harus memutuskan sesuai dengan
tuduhan meskipun terdakwa menolak dakwaan tersebut. Sebaliknya jika terdakwa dapat bukti- bukti
yang benar hakim harus menerima sumpah terdakwa sekaligus membenarkan terdakwa, hakim tidak 

boleh menjatuhkan hukuman jika dalam keadaan :
a) Sedang marah
b) Sangat lapar
c) Sedang bersin- bersin
d) Banyak terjaga (begadang)
e) Sedih
f) Sangat gembira
g) Sakit
h) Sangat ngantuk
i) Sedang menolak keburukan
j) Sedang sangat panas atau dingin
Kesepuluh keadaan tersebut akan mempengaruji ijtihadnya sehingga dimungkinkan salah. Demikian
ini terjadi karena sifat – sifat diatas tersebut diatas dapat ,elemahkan kemampuan akal yang maksimal,
artinya diri hakim tidak boleh berada dan jatuh pada titik ekstrim karena keadilan itu adalah jalan
tengah diantara ekstrimisme. Rosulullah bersabda dalam sebuah haditsnya sbb:
ال يقضي الحاكم بين اثنين وهو غضبان
Artinya : hakim itu tidak boleh memutuskan perkara yang terjadi diantara dua orang ( yang
bersengketa) sedang dirinya dalam keadaan marah (H.R. Bukhori dan Muslim)
Hadits tersebut sebuah antisipasi rosulullah saw melarang seorang hakim yang dalam keadaan marah
untuk memeutuskan perkara. Orang yang marah biasanya emosinya labil, kalau ini terjadi
kemungkinan besar dalam anar putusannya tidak objektif. Dalam kaitanya dengan hadits ini tidak ada
kesepakatan diantara ulama piqih tentang sah atau tidaknya keputusan yang dibuat diatas. Al- rafii
berpendapat bahwa keputusan yang ditetapkan oleh hakim tersebut hukumnya makruh, bahkan imam
mawardi mengatakan bahwa keputusan yang dibuat oleh hakim tersebut hukumnya tidak sah dan batal
demi objektifitas keputusan
c. Syarat-syarat menjadi hakim
Abul Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi adalah seorang ulama yang peduli dalam membahas
permasalahan yang berkaitan dengan negara dalam pandangan Islam. Diantara karya terbaiknya
yang berkaitan dengan degnan negara dan politik adalah kitab al-ahkam as-sulthoniyyah, adabud
dunya wad diin, qanuun al-wizaroh. Dalamnya dengan hakim, al-Mawardi menjelaskan dalam al￾ahkam as-sulthoniyyah tentang adanya syarat-syarat tertentu untuk memilih seorang hakim.
Menurut al-Mawardi, ada tujuh syarat untuk dipilih sebagai seorang hakim:
1.
Sehat jasmani rohani
2.
Kecerdasan dan kemampuan
3.
Bebas merdeka.
4.
Islam
5.
Laki-laki

6.
Keadilan [2] .
7.
Menguasai sumber hukum.
Syarat Pertama, sehat jasmani dan rohani, adalah syarat mutlak seorang hakim, karena tugas utama
seorang hakim adalah menyelesaikan masalah dan sengketa, untuk menjawab sebuah masalah atau
menyelesaikan sengketa, langkah pertama yang harus dicapai adalah proses tashowwur, yang dalam
istilah hukum sekarang dikenal dengan proses konstatir, yaitu mencari gambaran utuh tentang
masalah yang perusahaan. Untuk proses awal ini, yang paling dibutuhkan adalah selamatnya atau
sehatnya jasmani dan rohani seorang hakim agar mendapatkan gambaran yang benar atas suatu
masalah.
Syarat Kedua, seorang hakim harus memiliki kecerdasan akal dan kemampuan menghadapi
permasalahan. Seorang hakim menurut al-Mawardi, tidak cukup akal yang mampu melihat hal yang
baik dan buruk, tapi lebih dari itu, seorang hakim harus memiliki kecerdasan akal sehingga bisa
menjelaskan hal yang sulit, memberikan solusi pada hal yang masih janggal, dan memberikat
putusan pada suatu yang diperselisihkan. Hal ini penting dalam tahap pemeriksaan yang kini kita
kenal dengan kwalifisir.
Syarat Ketiga, seorang hakim haruslah bebas dan merdeka, dalam artian tidak boleh berstatus
sebagai seorang budak. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak mempunyai kekuasaan pada diri
sendiri, bisa mengurusi urusan orang lain.
Syarat Keempat, seorang hakim harus beragama Islam, dalam Islam, salah satu hal yang paling
penting dalam peradilan adalah kesaksian dalam proses pembuktian. Dan salah satu syarat bukti
adalah yang bersaksi harus beragama Islam, jadi seorang hakim yang menerima dan
mempertimbangkan kesaksian tersebut juga lebih penting untuk disyaratkan keIslamannya.
Syarat Kelima , seorang hakim haruslah berjenis kelamin laki-laki. Dalam permaslahan ini, al￾Mawardi behujjah pada ayat بعض على بعضهم هللا فضل بما النساء على قوامون الرجال, dimana memang dari
awal, ada hal-hal yang dimiliki oleh lelaki namun tidak dimiliki oleh perempuan. Syarat ini
dipergunakan juga oleh ulama madzhab kecuali madzhab Hanafiyyah. Ulama besar yang
memperbolehkan wanita menjadi hakim adalah Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari.
Syarat Keenam, sifat adil. Seorang hakim harus mempunyai sifat adil, namun sifat adil disini tidak
sebatas menempatkan sesuatu pada tempatnya, tetapi syarat ini lebih luas dari hal tersebut. Dimana
adil disini mencakup selamatnya seseorang dari sifat tercela yang meruntuhkan integritasnya baik
dalam perkataan dan tingkah laku atau perbuatan hal ini seperti makna adil yang disyaratkan oleh
para ahli hadist.
Syarat Ketujuh, menguasai sumber hukum Islam. Yang dimaksud dengan sumber hukum disini
adalah al-Qur'an, Sunnah, Ijma 'dan Qiyas. Mengetahui tentang al-Qur'an, dalam tataran seorang
hakim, melihat mana yang masuk dalam kategori nasikh, Mansukh, muhkam mutasyabih, aam, khas,
mutlak muqayyad.Mengetahui tentang Sunnah sehingga bisa melihat status hadist yang
dipergunakan, serta bisa sesuai dengan keadaan, dilihat dari asbabul wurud hadist tersebut.
Mengetahui tentang Ijma 'sehingga seorang hakim tidak keluar dari sebuah kesepakatan yang telah
mencapai derajat Ijma', serta mampu berijtihad dalam hal yang masih masuk dalam tataran hal yang
diperselisihkan (belum masuk kategori ijma '). Mengetahui Qiyas agar seorang hakim bisa dengan benar mengikutkan ketentuan masalah baru yang belum ada ketentuannya masalah yang telah ada
ketentuannya. Keempat hal ini tidak boleh lepas dari seorang hakim, agar bisa melaksanakan
tugasnya dengan baik. Berlandaskan pada pijakan yang kuat, serta mengakomodir keadaan zaman.
Empat diantara tujuh syarat diatas, disepakati bersama oleh ulama dari berbagai madzhab. Keempat
syarat tersebut adalah Sehat jasmani rohani, Kecerdasan dan kemampuan, Bebas merdeka, dan
Islam. Sedangkan tiga syarat lainnya masih diperdebatkan oleh para ulama, tiga syarat tersebut
adalah laki-laki, keadilan dan penguasaan sumber hukum (dan Ijtihad).
B. DALIL
a. (QS.Yunus 10: ayat 93)
 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
د
َولَقَ
 ي بَ َّوأ نَا
َل
َر بَنِ آ ِءي
ُمبَ َّواَ
اِ س
 ق
 م
ُه
ِصد
َّو َر َزق نٰ
ِت
َن
ِ م
ي ِ ٰب
 ۚ ا
الطَّ
َءهُ ُم فَ ا ختَلَفُ وا َحتّٰى َم
ُم
 ِعل َجآ
َك
َّن بَّ
 ۗ اِ
ال
 ي
ِض
َر
 م
بَي نَ ُه
يَق
م ِة َ
يَ و
فِي َكا نُ وا فِي ِه َم ال ا ِقٰي َم
يَ ختَِلفُ و َن
"Dan sungguh, Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri
mereka rezeki yang baik. Maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang kepada mereka
pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memberi keputusan
antara mereka pada hari Kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tuanaya,husein.2020.FIQIHKELAS11.Madiun:PRIMAPUSTAKASRA
GEN
2. https://pa-purwodadi.go.id/index.php/26-halaman-depan/artikel/361-
syarat-hakim-menurut-al-mawardi-dan-hakim-profesional
3. https://roufibnumuthi.blogspot.com/2010/02/tata-cara-menjatuhkan-hukuman.html?m=1

Comments

Popular posts from this blog

BIOPSIKOLOGI

PENILAIAN BERBASIS KELAS

Sifat, hakikat, dan aktifitas kejiwaan manusia dalam kehidupan