GOOD GOVERNANCE
GOOD
GOVERNANCE
MAKALAH
Di
ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan yang Di bina
Oleh Bpk. Encep Dahlan, S.PdI.

Kelompok
8:
Achyat
Safir Rudin 1493044088
Putri
Ayu Ainursoh 1493044066
Rahma
Wati Adiabsari 1493044107
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
UNIVERSITAS
HASYIM ASY’ARI
JOMBANG
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana Good governance berkembang
seiring dengan citra pemerintahan yang buruk yang ditandai dengan
syaratnya tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Namun demikian sesungguhnya rana good governance tidak
terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada rana
masyarakat sipil dan swasta.[1]
Dari wancana tersebut maka penulis
berinisiatif untuk membuat makalah berdasarkan wancana diatas dengan judul “
Good Governance” agar kita
semua tau bagaima good governance yang benar dan penerapannya.
B. Rumusan masalah
1.
Apa
pengertian Good Governance?
2.
Apa
prinsip-prinsip Good Governance?
3.
Bagaimana
Good Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian Good Governance.
2.
Mengetahui
prinsip-prinsip Good Governance.
3.
Mengetahui
Good Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Good Governance
Good Governance adalah
kepemerintahan yang baik, dapat diartikan sebagai suatu pembangunan yang solid
dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi, pencegahan korupsi baik
secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan.[2]
Dalam kehidupan bernegara terdapat
berbgai peraturan yang memaksa masyarakat untuk tunduk dan patuh pada
atura-aturan yang berlaku.[3]
Kedua sifat tersebut berati berdasarkan kesadaran warga negara itu sendiri akan
peraturan yang sudah ditetapkan oleh negara untuk kepentingan warga dan negara
itu sendiri.
Sedangkan pada saat ini istilah good
governance menjadi populer dikalangan pemerintahan, swasta maupun
masyarakat secara umum di Insonesia. Isu good governance berkembang
seiring dengan citra pemerintahan yang buruk yang ditandai dengan syarat
tindakan korupsi, kolusi dan nopotisme (KKN).
Apabila hukum dikaitkan dengan
ketatanegaraan, pengertiannya terdiri dari dua konsep penting, yaitu konsep
hukum dan tata negara. Hukum adalah aturan sedangkan tata negara adalah
mengatur negara.[4]
Oleh karena itu pengetian hukum tata
negara adalah sistem hukum yang diterapkan dalam mengatur suatu negara.
Pengaturan negara dengan hukum berati
mengatur seluruh yang berkaitang dengan negara dalam arti luas. Hukum tata
negara lebih luas dari pada peraturan bernegara, karena peraturan hanya bagian
dari peraturan hukum.
Van Vollenhoven mengartikan hukum tata
negara sebagai hukum yang mengatur bentuk negara, (kesatuan atau federal),
bentuk pemerintahan (kerajaan atau republic), wewenang dan kekuasaan yang
melekat pada jabatan tertentu, hierarki hukum ketatanegaraan, pembagian
kekuasaan, dan atasan bawahan pada otoritas pemerintahan yang sedang
diselenggarakan oleh suatu negara dalam kaitanya dengan wewenang pusat, daerah
maupun wewenang istimewa suatu pemerintahan daerah.[5]
Menurut Azra (2000) Good
Governance merupakan tindakan atau
tingkah laku yang disandarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik uttuk mewujudkan nilai-nilai itu
dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Sedangkan menurut Billah (2001) good
governance merujuk pada asli kata governing yang berarti mengarahkan atau
mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam suatu negri.[6]
B. Prinsip-prinsip Good Governance
Prinsip dasar yang melandasi
perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola
pemerintahn yang tradisional adalah terletak pada adanya tuntunan yang demikian
kuat agar peranan pemerintah dikurangi serta peranan masyarakat ( termasuk
dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat /organisasi non pemerintah) semakin
ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya.[7]
Karakteristik dasar tata laksana
pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan
karakteristik dasarnya yaitu:
1.
Partisipasi
aktif.
2.
Tegaknya
hukum.
3.
Transparasi.
4.
Responsif.
5.
Penegakan
hukum.
6.
Berorientasi
akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat.
7.
Keadilan
dan perlakuan yang sama untuk semua orang.
8.
Efektif
dan ekonomis.
9.
Akuntabilitas.
10. Visi Strategis.
11. Dapat dipertanggung jawabkan.
Berlakunya
karakteristik-karakteristik di atas biasanya menjadi jaminan untuk:
1. Meminimalkan terjadinya korupsi.
2. Pandangan minoritas terwakili dan
dipertimbang.
3. Pandangan dan pendapat kaum yang paling
lemah didengarkan dalam pengambilan keputusan.[8]
Transparasi politik seperti yang
digunakan dalam istilah politik berarti kaeternukaan dan pertanggung jawaban.
Istilah ini adalah perpanjangan metafor dari arti yang digunakan di dalam ilmu
fisika, objek transparan adalah objek yang bisa dilihat tembus.
Aturan dan prosedur transparan
biasanya diberlakukan untuk membuat pejabat pemerintah bertanggung jawab dan
untuk memerangi korupsi bila rapat pemerintah di buka kepada umum dan media
masa bila anggaran dan laporan keuangan bisa diperiksa oleh siapa saja bila
undang-undang, aturan dan keputusan terbuka untuk didiskusikan, semuanya akan
terlihat transparan dan akan lebih kecil kemungkinan pemerintah
menyalahgunakanya untuk kepentingan sendiri.[9]
Terbentuknya sebuah negara tidak
akan lepas dari sifat-sifat negara tersebut yang harus mematuhi semua aturan
yang ada di negara tersebut, oleh karena itu negara mempunyai sifat-sifat yang
melekat di dalam ketatanegaraan, beberapa dari sifat-sifat negara yang dimaksud
yaitu:
1.
Memaksa,
yaitu memaksa semua warga negara untuk patuh dan tunduk pada sistem
ketatanegaraan yang di anut.
2.
Mengatur,
karena negara adalah hukum, semua warga negara dan
penyelenggara negara berada di bawah peraturan negara.
3.
Membentuk,
yaitu sifat yang menonjol dari kekuasaan dan
kekuatan dalam negara yang membentuk karakter bangsa.
4.
Mendominasi,
yaitu sifat yang senantiasa melekat dalam negara
karena dilegalisasi oleh konstitusi negara, seperti negara mendominasi semua
asetnya karena kepentingan negara dan atas nama rakyat suatu negara.
5.
Monopoli,
yaitu sifat yang terdapat dalam negara yang
berkaitan dengan konsensu ketatanegaraan yang hanya dikuasai oleh negara. sifat
ini dipandang menyelamatkan kepentingan negara sebagai cermin kepentingan
bangsa atau masyarakat secara keseluruhan, sebagaimana negara menguasai darat
dan laut yang ada di wilayahnya sepanjang mengandung manfaat bagi masyarakat.
6.
Mengendalikan,
yaitu sifat negara yang membawa semua
komponen-komponennya menuju pada yang disepakati secara konstitusional ataupun
konvensional.
7.
Mengelola,
negara bersifat memelihara dan memberdayakan semua
aset yang ada dan mengembangkanya untuk tujuan kesejahteraan masyarakat.[10]
C. Good Governance dalam Kerangka Otonomi
Daerah
Otonomi daerah adalah
kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengertian "otonom" secara
bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan
sendiri". Sedangkan "daerah"
adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah".[11]
salah satu kelemahan dari
pemerintahan masa lalu adalah kuatnya sentralisasi kekuasaan pada pemerintah
pusat. kebijakan itu telah menimbulkan akses yang amat parah, karena banyak
daerah yang potensian SDA nya, justru menjadi tumbang kemiskinan nasional.
Melalui reformasi, para
penyelengara Negara kembali mengadakan reorientasi tentang sistem pemerintah
negara, yaitu dengan memberikan akses partisipasi daerah secara luas melalui
otonomi daerah. Dalam rangka membangun good governance di daerah,
prinsip-prinsip fundamental yang menopang tegakna good governance harus
diperhatikan dan diwujudkan tanpa terkecuali. Penyelengaraan otonomi daerah
pada dasarnya betul-betul akan terealisasi dengan baik apabila dilaksanakan
dengan memakai prinsip-prinsip good governance. Bahkan sebenarnya
otonomi daerah dengan berbagai seluk-beluknya telah memberkan ruang yang lebih
kondusif bagi terciptanya good governance.[12]
Dalam penyelengaraan pemerintahan
terdapat tiga aspek pokok yaitu:
1.
Pelayanan
terhadap masyarakat.
2.
Pelaksanaan
pembangunan.
3.
Membina
kesetabilan politik dan kesatuan bangsa.
Dalam UUD setelah amandemen itu
mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah Bab VI, yaitu pasal 18, pasal
18A, dan pasal 18B. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan “ pemerintahan daerah
propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan”. Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “ pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Dan ayat (6) pasal yang sama
menytakan,”pemerintahan berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.[13]
Tap MPR-RI No. xv/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
otonomi daerah : pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional
yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan pusat dan daerah dalam rangka
negara kesatuan republik indonesia.[14]
undang-undang No.22/1999 tentang pemerintahan daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan
asas desentralisasi. hal-hal yang mendasar dalam UU no.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran
dan fungsi DPRD.[15]
Beberapa prinsip-prinsip otonomi
daerah yang dijadikan pedoman dalam implementasi sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan
Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah didasarkan pada prinsip-prinsip otonomi luas, dinamis, nyata dan
bertanggungjawab dalam kerangka negara kesatuan.
3.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah yang luas dan utuh di letakkan pada Daerah Kabupaten dan Kota,
sedangkan Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi yang terbatas.
4.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara, sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah.
5.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, karenanya
dalam suatu Daerah Kabupaten dan Kota tidak lagi ada Wilayah Administrasi.[16]
Salah satu tujuan pokok diberlakukannya otonomi daerah
adalah agar pemerintahan tidak sentralistis. Karena pada masa Orde Baru
pemerintahan di Indonesia bersifat sentralistis (Jakarta-sentris) sehingga
terlihat kesenjangan sosial yang mencolok antara ibukota dengan daerah. Disamping setiap
daerah memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda, rakyat daerah juga
ingin aspirasi mereka didengar oleh pemerintah pusat. Sedangkan dalam
pemerintahan yang sentralistis, yang terjadi justru sebaliknya. Daerah yang
memiliki potensi dan kekayaan sumber daya alam melimpah tidak dapat mengembangkannya.
Maka terjadilah ketidakmerataan hampir di semua sektor, yaitu sosial, ekonomi,
politik, dan budaya.
Faktanya, praktik otonomi daerah yang selama ini
dijalankan oleh pemerintah tidak berjalan sesuai dengan teorinya.
Kesalahpahaman terhadap otonomi daerah yang selama ini
berkembang di masyarakat ternyata justru menjadi kenyataan.
Otonomi daerah yang di jalankan
oleh pemerintah saat ini sebagai berikut:
1.
Pertama, daerah terbukti belum siap dan belum mampu. Setiap
daerah di Indonesia memiliki
potensi dan sumber daya alam yang kaya. Dari Sabang sampai Merauke kekayaan
yang dimiliki sangat beraneka ragam, seperti hasil tambang, potensi wisata
alam, kekayaan agraris, ragam hasil laut, dan sebagainya. Akan tetapi,
pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap kekayaan alam ini
masih belum maksimal.
2.
Kedua, otonomi daerah kental dengan adanya praktik KKN
(korupsi, kolusi, nepotisme). Atas diberikannya wewenang yang besar oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah
memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Di beberapa
wilayah tertentu, memang ada bupati/walikota yang benar-benar sukses
menjalankan otonomi daerah, sehingga masyarakatnya mampu hidup mandiri dan
sejahtera. Namun tak dapat dipungkiri pula bahwa banyak daerah otonom yang
sejauh ini gagal menjalankan otonomi daerah, Papua misalnya.
3.
Ketiga, pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala
daerah seringkali dijadikan sarana
politik oleh oknum yang hanya ingin mencapai kekuasaan untuk dirinya sendiri.
Otonomi daerah memperlihatkan bahwa kekuasaan kepala daerah sangat besar karena
ia dapat melakukan apapun terhadap daerahnya. Hal ini mengakibatkan banyak
orang yang tergiur untuk menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Beberapa hal di atas merupakan
refleksi pelaksanaan otonomi daerah yang dijalankan oleh pemerintah RI.[17]
Tujuan diadakanya Otonomi Daerah
agar setiap Daerah meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dan meningkatkan
sumber daya yang cukup, serta untuk meningkatkan stabilitas politik dan bangsa.
Sehingga negara bisa setabil dalam menata negara karena di setiap daerah mampu
mengatur pemerintahan yang ada di daerah tersebut yang efeknya menimbulkan
kesejahteraan bagi masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Good Governance adalah pemerintahan
yang baik, sesuai dengan perundang-undangan yang ada di negara dan merupakan
tindakan atau tingkah laku yang disandarkan pada nilai-nilai yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik uttuk mewujudkan
nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian.
Karakteristik dasar tata laksana
pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan
karakteristik dasarnya yaitu partisipasi aktif, tegaknya hukum, transparasi, responsif,
penegakan hukum, berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat, keadilan
dan perlakuan yang sama untuk semua orang, efektif dan ekonomis, akuntabilitas,
visi Strategis, dapat dipertanggung jawabkan.
Otonomi daerah adalah
kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. Saran
Penulis
sadar akan kekurangan dari makalah ini, oleh karena itu penulis membuka hati
seluas-luasnya untuk menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi para pembaca, trimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
A’la,
Abd. 2014. Kewarganegaraan. Surabaya: Kopertais IV Press.
Hamid,
Abdul. Dkk.2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Pustaka
Setia.
http://didisuryadi94.blogspot.com/2014/04/makalah-good-governance-dala-otonomi.html.
id.wikipedia.org/wiki/tata_laksana.
Id.wikipedia.org/wiki/transparasi,.
Zulpedia.blogsport.com/2014/02/makalah
PKN “Good Governance,.
[1] .A’la, Abd. 2014. Kewarganegaraan. Surabaya: Kopertais IV Press.
Hal.146.
[2].
Zulpedia.blogsport.com/2014/02/makalah PKN “Good Governance,.
[3] . Hamid, Abdul. Dkk.2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Bandung: Pustaka Setia, hal.187. Semua
tulisan dalam buku tersebut disadur dari buku hukum tata negara, Bab I, Karya
Dedi Ismatullah dan Beni Akhmad Saebani, Bandung: Pustaka Setia, hlm 11-35.
[4] .Hamid, Abdul. Dkk.2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Bandung: Pustaka Setia, hal.188.
[5] . Ibid.
[6] . A’la, Abd. 2014. Kewarganegaraan. Surabaya: Kopertais IV Press, hal.152.
[7] . Ibid, hal 153.
[8] . id.wikipedia.org/wiki/tata_laksana.
[9] . Id.wikipedia.org/wiki/transparasi,.
[10] . Hamid, Abdul. Dkk.2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Bandung: Pustaka Setia, hal 213-214.
[11] . http://didisuryadi94.blogspot.com/2014/04/makalah-good-governance-dala-otonomi.html
[12] . A’la, Abd. 2014. Kewarganegaraan. Surabaya: Kopertais IV Press, hal
157-158
[13] . Ibid, hal,135.
[14] . http://didisuryadi94.blogspot.com/2014/04/makalah-good-governance-dala-otonomi.html.
[15] .Ibid.
[16] . A’la, Abd. 2014. Kewarganegaraan. Surabaya: Kopertais IV Press, hal
137.
Comments
Post a Comment