TEORI BELAJAR
TEORI
BELAJAR
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Psikologi Umum yang Dibina
Oleh:
Abdullah
Aminuddin Aziz, M.Pdi.
![]() |
Kelompok
5 : Fantika Nurul K.
Rizqi
Putri F
M.
Zaenuddin
Saepur
Rokhman
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS HASYIM
ASY’ARI
JOMBANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam
setiap penyelenggaraan dan jenjang pendidikan. Ini berarti berhasil atau gagal
nya pencapaian tujuan pendidikan itu bergantung pada proses belajar yang di
alami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri. Oleh karena itu pemahaman yang benar mengenai arti belajar
di perlukan oleh para pendidik khususnya guru.
Sebagian
orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan fakta-fakta
yang tersaji dalam bentuk informasi. Orang yang beranggapan demikian biasanya
akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali
secara lisan. Di samping itu, adapula yang memandang belajar sebagai latihan
belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian belajar?
2. Apa macam-macam teori belajar?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
arti belajar
2.
Mengetahui
macam-macam teori belajar
BAB II
PEMBAHASAN
1)
Pengertian Belajar
Belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang ada pada diri individu baik yang
berkenaan dengan aspek logika, etika , estetika, karya, dan praktika.
Pembelajaran, adalah proses kegiatan yg terbimbing untuk mencapai tujuan dalam
rangka perubahan tingkah laku. Implikasi pedagogik, adalah hasil yang secara
langsung ataupun tdk langsung dari aktivitas pembelajaran terhadap perubahan
tingkah laku yang membentuk kepribadian individu.
Menurut
teori Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulis dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan
bentuk perubahan yang di alami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
lakudengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
2)
Macam-macam Teori Belajar
A. Teori Conditioning
1) Teori Classical Conditioning (Pavlov and
Watson)
Dapat
dikatakan bahwa pelopor dari teori conditioning ini adalah Pavlov seorang ahli
psikologi-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan
anjing. Dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov
mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari,
dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan
dua macam refleks, yaitu refleks wajar (uncnditioned reflex) dan refleks
bersyarat/refleks yang dipelajari (conditioned reflex).
Watson
mengadakan eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus
dan kelinci. Dari hasil percobaannya dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan
takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Watson yang mula-mula
tidak takut kepada kelinci dibuat menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak
tersebut dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut lagi kepada kelinci.
Demikianlah
maka menurut teori conditioning belajar adalah suatu proses perubahan yang
terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan
reaksi (response). Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning
ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini
ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Menganut
teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil
daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan
mereaksi terhadap syarat-syarat/perangsangan tertentu yang dialaminya didalam
kehidupannya.
Kelemahan
dari teori conditioning ini adalah teori ini menganggap bahwa belajar itu
hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak
dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita
tau bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata
tergantung kepada pengaruh luar. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima
dalam hal-hal belajar tertentu saja, umpamanya dalam belajar yang mengenai
skill (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak kecil.
2) Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie
mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang
sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit
tingkah laku ini merupakan reaksi/respon dari perangsang/stimulus sebelumnya,
dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan
response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya
sehingga merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus menerus. Jadi
pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara
unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan/latihan
yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.
Metode-metode
Guthrie ada 3 :
a) Metode reaksi berlawanan (incompatible
response method) manusia itu adalah suatu organisme yang selalu mereaksi kepada
perangsang-perangsang tertentu. Jika suatu reaksi terhadap perangsang telah
menjadi suatu kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya ialah dengan jalan
menghubungkan perangsang (stimulus) dengan reaksi (respon) yang berlawanan
dengan reaksi buruk yang hendak dihilangkannya. Contoh seorang anak takut
kepada kelinci. Waktu anak takut kepada kelinci, berilah anak itu makanan yang
disukainya supaya anak itu merasa senang. Lakukanlah usaha ini berkali-kali,
akhirnya anak tersebut tidak lagi takut kepada kelinci.
b) Metode membosankan (exchaustion method)
hubungan antara asosiasi antara perangsang dan reaksi pada tingkah laku yang
buruk itu dibiarkan saja sampai lama mengalami keburukan itu, sehingga menjadi
membosankan. Contoh seorang anak yang berusia 3 tahun bermain-main dengan korek
api. Pada waktu itu disuruh menghabiskan kepala korek api satu pak sehingga
menjadi bosan.
c) Metode mengubah lingkungan (change of
environment method) suatu metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau
memisahkan hubungan antara S dan R yang buruk akan dihilangkannya. Yakni
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang disebabkan oleh suatu perangsang
(S) dengan mengubah perangsangnya itu sendiri. Contoh seorang dokter menyuruh
pasiennya untuk beristirahat di tempat lain yang lebih sejuk agar penyakit asma
pasien cepat sembuh.
3) Teori Operant Conditioning (Skinner)
Seperti
Pavlov dan Waston, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara
perangsang dan respon. Hanya perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih
jauh. Skinner membedakan adanya dua macam respon :
a) Respondent response (reflexive
response); respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Misalnya,
keluar air liur setelah melihat makanan tertentu.
b) Operant response (instrumental respon);
yaitu respo yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang
tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme.
Jadi yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah
laku tertentu yang telah dilakukan. Misalnya, seorang anak yang belajar menjadi
juara kelas dan mendapatkan hadiah, maka ia akan giat belajar.
Didalam kenyataan, respon jenis pertama
(responden/reflexive response/behaviour) sangat terbatas adanya pada manusia.
Sebaliknya operant response/behaviour merupakan bagian terbesar dari tingkah
laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh
karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada respon atau jenis tingkah laku yang
kedua ini.
Prosedur
pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning secara sederhana adalah
sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi hal-hal apa yang
merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
b) Menganalisis.
c) Berdasarkan urutan komponen-komponen itu
sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk
masing-masing komponen itu.
d) Melakukan pembentukan tingkah laku,
dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang telah disusun.
4)
Teori
Systemtic Behaviour (Hull)
Clark C. Hull mengemuakan teorinya, yaitu
bahwa suatu kebutuhan atau “keadaan terdorong” (oleh motif, tujuan, maksud,
aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu
respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu.
Prinsip penguat reinforcer menggunakan
seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan
kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi
seseorang.
Dua hal yang sangat penting dalam proses
belajar dari Hull ialah adanya incentive motivation (motivasi intensif) dan
driver stimulus reducation (pengurangan stimulus pendorong).
B. Connectionism Thorndike
Menurut
teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika
dihadapakn dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya
coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara
kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan
yang kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus
menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu
makin lama makin efisien.
Jadi,
proses belajar menurut Thorndike melalui proses :
1. Trial and error
(mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan
2. Law of effect, yaitu
bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok
dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan
segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau
dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis.
Kelemahan
teori ini adalah:
a) Terlalu memandang manusia sebagai
mekanismus dan otomatisme belaka yang disamakan dengan hewan.
b) Memandang belajar hanya merupakan
asosiasi belaka antara stimulus dan respon.
c) Karena proses belajar berlangsung secara
mekanistis, maka “pengertian” tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam
belajar.
C. Teori Belajar Menurut Gestalt
Belajar
menurut psikologi Gestalt terjadi jika ada pengertian (insight). Pengertian
atau insight ini muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba
memahami suatu masalah, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya
hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain, kemudian dipahami
sangkut pautnya, dimengerti maknanya.
Belajar
adalah sutu proses rentetan penemuann dengan bantuan pengalaman-pengalamannya
yang banyak dan berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti
dan dipahami olehnya.
Dengan
singkat, belajar menurut psikologi Gestalt dapat diterangkan sebagai berikut.
Pertama dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan
faktor yang penting. Dengan belajar dapat memahami/mengerti hubungan antara
pengetahuan dan pengalaman. Kedua dalam belajar, pribadi atau organisme
memegang peranan yang paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara
reaktif-mekanistis belaka, tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif dan
bertujuan.
BAB III
KESIMPULAN
Belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang ada pada diri individu baik yang
berkenaan dengan aspek logika, etika , estetika, karya, dan praktika.
Macam – Macam Teori Belajar : Teori Conditioning, Teori
Connectionism, dan Teori menurut Psikologi Gestalt.
Teori Conditioning ada 4 macam : Teori Classical
Conditioning, Teori Conditioning dari Guthrie, Teori Operant Conditioning (Skinner),
Teori Systematic Behaviour.
DAFTAR PUSTAKA
DRS. M. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung: 2013.
Rofi’atul Hosna, M.Pd dan Samsul, H.S, M.Pd. The Art of Learning. Multazam. Jombang:
2013
Comments
Post a Comment