Memahami Tafsir Ayat tentang Kenabian



Memahami Tafsir Ayat tentang Kenabian


MAKALAH
Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir yang Di bina Oleh Ibu Muthi’ah Hariyati,M.Th.i.




Oleh
Achyat Safir Rudin           1493044088
Khoirun Nisa                    
M. Misbahul Munir           
Rahmawati Adiabsari       


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
JOMBANG
2015


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Allah telah mengutus para utusannya untuk memberi petunjuk dan pedoman hidup serta membimbing manusia di bumi. Allah mengharuskan setiap muslim untuk beriman kepada semua Rasul yang telah diutusnya. Untuk menyampaikan risalah dan petunjuknya pada semua umat manusia. Agar umat manusia tidak mengalami kesesatan dalam kehidupannya. Sebab salah satu rukun iman adalah mengimani para utusan-utusan Allah. Sebenarnya bukan rasul yang membutuhkan mansuia namun manusia lah yang membutuhkan kehadiran para rasul. Untuk mendapat petunjuk dan tuntunan serta suritauladan dari para rasul Allah. Seperti halnya dalam tata cara beribadah yang benar dan baik, semua itu hanya akan diperoleh melalui ajaran-ajaran, bimbingan-bimbingan dan petunjuk yang langsung dari rasul. Sesungguhnya seluruh rasul diutus dengan membawa kemurnian ibadah dan tauhid.Perlu diketahui antara definisi nabi dan rasul. Nabi dari segi bahasa berarti orang yang memberi kabar, sedangkan dari segi syari’at berarti orang yang menerima wahyu dari Allah untuk dirinya sendiri dan tidak ada kewajiban baginya untuk menyampaikan kepada orang lain. Sedangkan Rasul berarti utusan dan sedangkan rasulullah adalah seorang nabi yang menerima wahyu Allah untuk dirinya sendiri dan berkewajiban menyampaikan kepada orang lain.



B.       Rumusan masalah
1.    Apa Makna Mufrodat Ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36?
2.    Apa sabab nuzul ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36?
3.    Bagaimana tafsiran ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36?
4.    Bagaimana penjelasan ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36?


C.      Tujuan
1.      Mengetahui makna mufrodat ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36.
2.      Mengetahui sabab nuzul ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36.
3.      Mengetahui tafsiran ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36.
4.      Mengetahui penjelasan ayat Q.S Al-Syuura : 51-53 dan Al-Nahl : 36.









BAB II
PEMBAHASAN


A.      Makna mufrodat
1.    Q.S Al-Syuura : 51-53
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاء حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ ۚإِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ(51). وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚمَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚوَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ(52) صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗأَلَا إِلَى الَلّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ(53).
Arti ayat 51-53
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perataran wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.(51) Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah megetahui apakah Al kitab (Al Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu. Tetapi kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya. Yang engkau tunjuki (ajarkan) dia kepada siapa yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus.(52) (yaitu) jalan Allah dan kepunyaan-Nya apa yang ada di lagit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. (53)”

(يُكَلِّمَهُ اللَّهُ) disini tidak boleh dipahami dalam arti percakapan seperti halnya makhluk. Yang pasti bahwa kalam Allah atau apa saja redaksi yang mengesankan adanya persamaan antara Allah dan manusia, bahkan makhluk harus segera di pahami bahwa hakikat keduanya tidaklah sama karena “tidak ada yang serupa dengan-Nya”. Bahwa percakapan disini bermakna “dipahaminya apa yang hendak disampaikan Allah oleh objek yang dipilihnya.”
(وَحْيًا) Al-Baihaqi berpendapat bahwa disini dapat mencakup pemberian informasi tanpa perantara dan dengan cara tersembunyi. Ia juga dapat berbentuk ilham atau mimpi atau juga dengan cara yang lain, baik Allah menganugerahkan kepada yang menerima wahyu itu kemampuan mendengar mendengar.
(وَرَاء حِجَابٍ) mempunyai arti di luar sesuatu, kenapa di artikan demikian karna serupa dengan kalimat (والله من وراءهم محيط ) di terjemahkan Allah di belakang mereka Maha Mengetahui. Ini karena Allah tidak membutuhkan tempat sehingga tidak ada bagi sifat-Nya ruang atas atau bawah atau depan atau belakang.
(إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ) “dia yang maha tinggi lagi maha bijaksana” karena Allah maha tinggi maka percakapan-Nya tidak sama dengan mahluk. Dia juga maha bijaksana sehingga dia memilih yang terbaik untuk berkomunikasi denganya, serta informasi dan tuntunan yang disampaikan-Nya adalah sangat sesuai dengan kemaslahatan.
(كَذَٰلِكَ) kadzalika oleh Thobathaba’i dipahami sebagai menunjuk kepada ketiga macam cara taklim/pembicaraan Allah yang disebut ayat yang lalu.
(رُوحًا) ruh, disini di artikan sebagai malaikat jibri. Atau menurut kebanyakan ulama ruh dalam ayat di atas adalah Al-Qur’an.
(مِنْ أَمْرِنَا) min amrina dapat dipahami dalam arti wewenang khusus Allah.
(وَلَٰكِنْ جَعَلْنَهُ) Tetapi kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya. Namun di tempat yang lain Allah melukiskan Al-Qur’an sebagai cahaya (baca antara lain Q.S an-Nisa’ (4):174).
 (نُورًا) nur, yakni sebagai penjelas, terhadap suatu perbuatan yang dilarang, halal, haram, hak, dan yang batil.
 (الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ) kepunyaan-Nya apa yang ada di lagit dan apa yang ada di bumi., setelah menyebut (صِرَاطِ اللَّهِ) berfungsi sebagai bukti atas ketetapan dan kesesuain jalan lebar itu dengan para mukhallifin (manusia).


2.    Al-Nahl : 36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ فَسِيرُواْ فِى الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ.
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

(الْطَّـغُوتَ) thagut terambil dari kata (طغى) thagha  yang pada ulanya berarti melampaui batas. Ia bisa juga dipahami dalam arti berhala-berhala, karena penyembahan berhala adalah sesuatu yag sangat buruk dan melampaui batas. Dalam arti umum, kata tesebut mencakup segala sikap dan perbuatan yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran, dan sewenang-wenangan terhadap manusia.


B.       Sabab nuzul
1.    Q.S Al-Syuura : 51-53
Sabab an-Nuzul ayat di atas berkenaan dengan perkataan yahudi terhadap Nabi SAW., “ Hai Nabi bagaimana caramu dapat berbicara dan melihat Allah, jika kamu seorang Nabi, sebagaimana berbicaranya dan melihatnya Musa kepada Allah. Sesungguhnya kami tidak akan beriman kepadamu hingga kamu mengerjakan yang demikian itu.” Lalu turunlah ayat ke 51.


2.    Al-Nahl : 36
Pada ayat sebelumnya, Allah SWT menjelaskan bahwa tindakan yang tepat bagi orang-orang musyrik ialah menjatuhkan azab yang membunasakan mereka, seperti dialami orang-orang musyrik sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak dapat memberikan alasan apapun karena Allah SWT telah memberikan bimbingan-Nya melalui rosul. Mereka lebih sering mengikuti ajaran nenek moyang mereka dari padamengikuti wahyu yang membimbing mereka kepada kebenaran. Dalam ayat-ayat berikut Allah menjelaskan bahwa ia telah mengutus kepada tiap-tiap umat seorang rosul untuk memberikan bimbingan wahyu kepada mereka.
Dalam surat An-Nahl ayat 36, ayat ini menghibur Nabi Muhammad SAW, dalam menghadapi para pembangkang dari kaum beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan : Allah pun telah mengutusmu, maka ada diantara umatmu yang menerima baik ajakanmu dan ada juga yang membangkang.
(الْطَّـغُوتَ) thagut terambil dari kata (طغى) thagha  yang pada ulanya berarti melampaui batas. Ia bisa juga dipahami dalam arti berhala-berhala, karena penyembahan berhala adalah sesuatu yag sangat buruk dan melampaui batas. Dalam arti umum, kata tesebut mencakup segala sikap dan perbuatan yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran, dan sewenang-wenangan terhadap manusia.
Allah mengabarkan kepada kita untuk meneliti sejarah umat terdahulu, baik umat yang memperoleh dan mendapat petunjuk dari Allah SWT. Ataupun ummat yang membangkang karena didalamnya terdapat pelajaran yang berharga bagi manusia dan menjadi bekal agar manusia tidak terjerumus kedalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.


C.      Tafsir
1.         Q.S Al-Syuura : 51-53
(Ayat 51) - وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ الَّهُ إِلَّا (dan tidak mungkin bagi seorang manusia pun bahwa allah berkata-kata dengan dia kecuali) dengan perantara - 
 وَحْيًا( wahyu) yang di wahyukan kepadanya didalam tidurnya atau melalui ilham- أَوْ (atau) melainkan –  مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ( di belakang tabir) seumpamanya allah memperdengarkan kalam nya kpadanya, tetapi dia tidak dapat melihat-Nya, sebagaimana yang telah terjadi pada Nabi Musa a.s. – أَو (atau) kecuali –يُرْسِلَ رَسُولًا (dengan mengutus seorang utusan) yakni malaikat, seperti Jibril –فَيُوحِيَ  (lalu diwahyukan kepadanya) maksudnya, utusan itu menyampaikan wahyu-Nya kepada Rasul yang dituju –بِإِذْنِهِ  (dengan seizin-Nya) dengan seizin Allah –مَا يَشَاءُ  (apa yang dia kehendaki) apa yang Allah kehendaki.  إِنَّهُ عَلِيٌّ  (sesungunya dia maha tinggi) dari sifat- sifat yang dimiliki oleh semua makhluk –حَكِيمٌ (lagi maha bijaksana).
Dalam ayat-ayat kelompok ini kembali menguraikan tentang wahyu dari segi cara Allah menyampaikan kepada para nabi. Dalam ayat 51 kalimat (يُكَلِّمَهُ اللَّهُ)  kalam Allah tidak boleh di artikan percakapan sebagaimana mahluknya. Yang pasti kalam Allah atau redaksi apapun yang menyamakan bahwa Allah dan mahluknya sama, itu harus di pahami bahwa hakikat keduanya tidak sama.  Dari ayat di atas kita dapat memahami apa yang hendak di sampaikan Allah oleh objek yang dipilihnya. Ada 3 acara :[1]
1.      Langsung, tanpa menyebut satu kondisi atau syarat.
2.      Dengan satu kondisi atau syarat, yaitu “ di belakang hijab:.
3.      Berupa kehadiran utusan untuk menyampaikan wahyu itu.
(وَحْيًا) Al-Baihaqi berpendapat bahwa disini dapat mencakup pemberian informasi tanpa perantara dan dengan cara tersembunyi. Ia juga dapat berbentuk ilham atau mimpi atau juga dengan cara yang lain, baik Allah menganugerahkan kepada yang menerima wahyu itu kemampuan mendengar .[2]
(وَرَاء) mempunyai arti di luar sesuatu, kenapa di artikan demikian karna serupa dengan kalimat (والله من وراءهم محيط ) di terjemahkan Allah di belakang mereka Maha Mengetahui. Ini karena Allah tidak membutuhkan tempat sehingga tidak ada bagi sifat-Nya ruang atas atau bawah atau depan atau belakang.
Firman-Nya (إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ) “dia yang maha tinggi lagi maha bijaksana” karena Allah maha tinggi maka percakapan-Nya tidak sama dengan mahluk. Dia juga maha bijaksana sehingga dia memilih yang terbaik untuk berkomunikasi denganya, serta informasi dan tuntunan yang disampaikan-Nya adalah sangat sesuai dengan kemaslahatan.
Pengutusan rosul dapat juga mencakup banyak rosul. Jika kita memahami kata rosul  dalam artian malaikat, ini bisa bermacam-macam, bisa jibril,bisa isrofil. Namaun demikain dalam Al- Qur’an yang menyampaikan wahyu Al-Qur’an hanyalah malaikat jibril. Yang dapat di lihat dalam ayat surat Asy-Syu’ara ayat 26.
(Ayat 52) - Didalam perbuatan-Nya –وَكَذَٰلِكَ  (dan demikianlah) maksudnya, sebagamana kami wahyukan kepada Rasul-rasul –أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ x(kami wahyukan kepadamu) hai Muhammad –رُوحًا  (wahyu) yakni Al Qur’an, yang karnanya kalbu manusia dapat hidup –مِنْ أَمْرِنَا (dengan perintah kami) yang kami wahyukan kepadamu –مَا كُنْتَ تَدْرِي i(sebelumnya kamu tidaklah megetahui) sebelum kami mewahyukan kepadamu –مَا الْكِتَابُ (apakah Alkitab) yakni Al Qur’an itu – وَلَا الْإِيمَانُ h(dan tidak pula mengetahui apakah iman itu) yakni syariat- syariat dan tanda-tanda-Nya nafi dalam ayat ini amalnya di-ta’alluqkan kepada fi’il dan lafaz-lafaz sesudah fi’il menempati kedudukan dua maf’ulnya –وَلكِنْ جَعَلْنَاهُ  (tetapi kami menjadikan Al Qur’an itu) wahyu atau Al Qur’a itu –نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚوَإِنَّكَ لَتَهْدِي  (cahaya yang kami tunjukan dengan dia siapa yang kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarmemberi petunjuk) maksudnya kamu menyeru dengan  wayu yang diturunkan kepadamu -  إِلَىٰ صِرَاطٍ  (kpada jalan) tuntunan -  مُسْتَقِيمٍ (yang lurus) yangki agama islam.
(Ayat 53) - صِرَاطِ الَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ (Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi) sebgai milik-Nya, mahluk0Nya dan hamba-hamba-Nya.أَلَا إِلَى  الَّهِ تَصِيرُ الْأُمُورُ (ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan) semua urusan dikembalikan.(53).[3]
Ayat yang lalu telah menerangkan tentang cara-cara Alllah menyampaikan wahyu kepada manusia. Dalam ayat selanjutnya  menegaskan bahwasanya  Allah telah mewahyukan kepada manusia melalui perantara malaikat jibril. Telah menyampaikan wahyu kepada ruh yakni Al-Qur’an, yang merupakan suatu urusan dan wewenangkhusus kami. Sebelumnya Nabi Muhammad tidak mengetahui apa itu al-kitab dan apa itu iman. Tetapi Allah memberikan Al-Qur’an sebagai cahaya dalam menjelaskan kedua hal tersebut.


2.         Al-Nahl : 36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً (dan sesungguhnya kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat ) seperti aku mengutus kamu kepada mereka -  أَنِ(untuk) artinya untuk menyerukan - اعْبُدُواْ اللَّهَ( sembahlah allah) esakanlah Dia -  وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ( dan jauhilah thaghut) berhala- berhala itu jangan kalian sembah - فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ (maka diantara umat itu ada orang- oramgyang diberi petunjuk oleh allah) lalu ia beriman -  وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّت(dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti) telah ditentukan -  عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ(kesesatan baginya) menurut ilmu allah,seingga ia beriman -  فَسِيرُواْ(maka berjalanlah kalian) hai orang-orag kafir mekkah - فِى الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ( di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orangyang mendustakan) Rasul-rasul merek, yakni kebinasahan yang akan mereka alami nanti.[4]

D.      Penjelasan ayat
1.         Q.S Al-Syuura : 51-53
Surah Asy-Syura terdiri dari 53 ayat, dan mayoritas ulama’ berpendapat bahwa surat ini tergolong surat makkiyyah.[5] Surat ini dinamakan Asy-Syurah yang berarti “Musyawarah”, nama ini di ambil dari ayat 38. Ada juga yang berpendapat bahwa surat ini di sebut dengan Ha Mim, ‘Ain Sin Qof  karena rangkaian huruf-huruf itu hanya ditemukan pada surat ini.

Thahir Ibn ‘Asyur menilai bahwa tujuan utamanya adalah tantangan kepada kaum musyrikin yang meragukan kebenaran Al- Qur’an untuk membuat semacamnya.[6] Dalam surat ini banyak membahas tentang wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ada beberapa ulama’ yang menjadikan tema utama surat ini adalah persoalan tentang wahyu.

Thabatthaba’i menerangkan bahwasanya persoalan tentang wahyu dapat di pahami dari awal uraian surat ini (ayat 3) dan akhir surat (ayat 51) seta di ulang-ulangi uraian tentang wahyu pada ayat 3, 7 serta turunya al – kitab (ayat 17). Sayyid Quthub berpendapat sama, surat ini juga sama dengan surat-surat Makkiyah yang menguraikan persoalan akidah. Tetapi surat ini lebih menitik beratkan secara khusus menyangkut hakikat wahyu dan risalah secara keseluruhan. Sedangkan uraian-uraian lainya hanya mengikut pada tema tersebut.[7] Surat ini turun sesudah surat Al-Kahfi dan sebelum surat Ibrohim. Ia merupakan surat keenam puluh sembilan yang di terima Nabi saw.


2.         Al-Nahl : 36
Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu di utus sesuai dengan Sunnatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah SWT dan menyampaikan mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang yang bergelimang dalam kemusyrikan tidaklah mau menerima bimbingan Rasul.
Allah SWT menjelaskan bahwa dia telah mengutus beberapa utusan kepada tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia seluruhnya. Oelh sebab itu manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadah hanya kepada Allah SWT yang tidak mempunyai serikat dan larangan mengingkari seruanya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu daya setan yang selalu menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia.
Firman Allah “ dan tanyakanlah kepada Rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu:”adakah kami menentuka Tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?”. (Q.S. Az-Zukhruf:45).
Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa Allah tidak menghendaki hamba-Nya menjadi kafir, karena Allah SWT telah melarang mereka itu mengingkari Allah. Larangan itu telah disampaikan melalui Rasul-Nya. Akan tetapi apabila ditinjau dari tabi’atnya, maka di antara hamba-Nya mungkin saja mengingkari Allah, karena manusia telah diberi pikiran dandiberi kebebasan memilih sesuai dengan kehendaknya. Maka takdir Allah berlakumenurut pilihan mereka itu.

E.       Munasaba
ayat di atas berkenaan dengan perkataan yahudi terhadap Nabi SAW., “ Hai Nabi bagaimana caramu dapat berbicara dan melihat Allah, jika kamu seorang Nabi, sebagaimana berbicaranya dan melihatnya Musa kepada Allah. Sesungguhnya kami tidak akan beriman kepadamu hingga kamu mengerjakan yang demikian itu.” Lalu turunlah ayat ke Q.S Al-Syuura 51.
Jadi uraian tafsir surat as-syuura ayat 51-52 adalah adakalanya isi wahyu Allah diterima langsung oleh seorang Nabi dengan hanya mendengar kalam ilahi tanpa dapat melihatnya sebagaimana telah dialami oleh Nabi Musa di atas Thur sina.
Allah dapat pula menurunkan wahyu kepada seorang Rasul dengan mengutus kepada seorang malaikat, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Tatkala didatangi oleh malaikat jibril yang menjelma sebagai seorang pria untuk menyampaikan wahyu Allah kepadanya.
Kemudian Allah berfirman, “dan demikianlah kami telah menurunkan kepadamuhai Muhammad, wahyu al-Qur’an yang merupakan cahaya bagimu untuk memberi petunjukkepada hamba-hamba-ku ke jalan yang lurus, jalan yang dikehendaki dan diridhoi Allah, Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi dan kepadanya kembali segala urusa”.
Dalam surat al-Nahl ayat 36 mempunyai keterkaitan dengan penjelasan di atas, melihat dari pembahasanya bahwa Allah menurunkan sebuah wahyu kepada Rasul-Nya sebagai jalan menuju kebahagiaan di dunia maupun di akhirat bagi orang yang mau mengikuti wahyu Allah yang di berikan kepada Rasul-Nya.
Bagi orang-orang yang tidak mau mengikuti perintah yang telah di sampaikan oleh Rasul mereka maka tindakan yang paling tepat adalah memberikan adzab bagi orang-orang yang musyrik, yakni membinasakan mereka seperti orang-orang sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak dapat memberikan alasan apapun karena Allah SWT telah memberikan bimbingan-Nya melalui rosul. Mereka lebih sering mengikuti ajaran nenek moyang mereka dari padamengikuti wahyu yang membimbing mereka kepada kebenaran. Dalam ayat-ayat berikut Allah menjelaskan bahwa ia telah mengutus kepada tiap-tiap umat seorang rosul untuk memberikan bimbingan wahyu kepada mereka.




BAB III
PENUTUP


A.  Simpulan
Dalam Q.S Al-Syuura : 51-53, ini menjelaskan ragam cara Allah dalam menyamapaikan wahyu kepada Rasul-Nya. Dan kemudian Allah berfirman dalam Q.S Al-Nahl : 36 bahwasanya bagi umat yang tidak mau mengikuti apa yang telah disampaikan Allah pada Rasul-Nya maka adzab yang terdahulu pernah terjadi pada umat-umat sebelumnya yang tidak mau mengukuti para pembimbing (Nabi/Rasul)mereka, akan menimpa mereka.

B.  Saran
Dalam penulisan makalah ini pastinya masih banyak kekurang. Baik dari segi pembahasan atau dari segi penulisan, penulis membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pembaca untuk memberikan kritik masukan dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat umumnya bagi para pembaca dan  khususnya bagi penulis. Trimakasih.





DAFTAR PUSTAKA


.1997. Al-Qur’an dan Hadis jilid 2. Departemen agama RI.
Abuddin, Nata. 2010. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: rajawali pres.
Al mahali, Imam jalaludin dan As-suyuthi, imam jalaluddin. 2012. Tafsir jalalain jilid 3. Bandung: sinar baru algensindo.
Al-Qur’an terjemah.
Memahami Tafsir Ayat tentang Risalah dan Kenabian.
Bahreisy, Salim dan Bahresy, Said. 1993. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier., jilid 4. Surabaya:Bina Ilmu.
Qurtub, ‘Abd Allah bin Ahnad al-Anshari. 2002. Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an. Cairo:dar al-Hadis.
Shihab, Moh Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah vol 3. Jakarta: lentara hati.
Zuhaili, wahbah. 1991. Tafsir Al-Munir. Bairut:dar al-fikr.


[1] Misbah 194
[2] Misbah 195
[3] . tafsir jalalain hal 2101-2102.
[4] .tafsir jalalain hal 1081.
[5] . tafsir misbah 95.
[6] .tafsir misbah hal 96.
[7] . misbah 96.
 

Comments

Popular posts from this blog

BIOPSIKOLOGI

PENILAIAN BERBASIS KELAS

Sifat, hakikat, dan aktifitas kejiwaan manusia dalam kehidupan