Sumber Hukum Qiyas




Sumber Hukum Qiyas

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh
yang Dibina Oleh  Bapak Drs. Johari M.Ag.

UNHASY_1.png

Oleh :
Achyat Safir Rudin                      (1493044088)
Rizqi Putri Fitria                           (1493044033)
Rachmita Cahyani                        (1493044106)
M. Zainuddin                               (1493044128)
Abdurrahman                               (1493044121)




FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
JOMBANG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Sebagai umat islam, dalam kehidupan sehari-hari ada aturan yang mengatur segala aktivitas kita. Semua aturan dan batasan hukum yang mengatur umat islam didasarkan pada al Qur’an dan al Hadits. Permasalahan manusia yang sangat komplek dan banyak peristiwa yang terjadi dalam kehidupan tapi tidak ada nashnya dalam al Qur’an maupun al Hadits.
Pada masa rasulullah semua permasalahan yang timbul mudah diatasi karena ditanyakan langsung kepada rosululloh. Tetapi sekarang, jika ada permasalahan yang timbul dan tidak kita temukan nash hukumnya dalam al Qur’an maupun al Hadits, disini para ulama’ mencari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad. Dan salah satu ijtihad itu dengan qiyas Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam
Qiyas lebih luas pemakaiannya daripada ijma’ karena banyak sekali hukum-hukum Islam diambil dari qiyas. Qiyas merupakan sumber hukum Islam yang paling subur dalam menetapkan hukum-hukum peristiwa-peristiwa cabang.
B.       Rumusan masalah
1.      Apa pengertian qiyas?
2.      Apa dasar dasar qiyas ?
3.      Apa rukun qiyas ?
4.      Apa macam-macam qiyas dan kehujjahannya?
C.   Manfaat penelitian
  1. Mengetahui pengertian qiyas.
  2. Mengetahui dasar dasar qiyas.
  3. Mengetahui rukun qiyas

  4. Mengetahui macam-macam qiyas dan kehujjahannya.

BAB II
PEMBAHASAN



A.      Pengertian Qiyas
       Qiyas menurut istilah ahli ushul fikih adalah menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak mempunyai nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum sebab sama dalam illat hukumnya. Berikut ini contoh qiyas syara’ dan qiyas buatan yang mempertegas definisi diatas:
1.         Minum Khamer adalah suatu peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan dengan nash, yaitu haram. Firman Allah:
 عَمَلِ مِنْ رِجْسٌ وَالأزْلامُ وَالأنْصَابُ وَالْمَيْسِرُ الْخَمْرُ إِنَّمَا تُفْلِحُونَ لَعَلَّكُمْ فَاجْتَنِبُوهُ الشَّيْطَانِ
Artinya; “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (QS. Al Maidah : 9)
       Dengan illat “memabukkan” maka semua minuman yang mempunyai illat memabukkan hukumnya disamakan dengan khamer dan haram diminum.
2.         Jual beli pada saat adzan hari Jum’at adalah peristiwa yang hukumnya ditetapkan dengan nash, yaitu makruh. Firman Allah:
الْجُمُعَةِ يَوْمِ مِنْ لِلصَّلاةِ نُودِيَ إِذَا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
الْبَيْعَ وَذَرُوا اللَّهِ ذِكْرِ إِلَى فَاسْعَوْا
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.”. (QS. Al Jumu’ah)
            Dengan illat “kesibukan yang melupakan shalat” maka hukum akad sewa menyewa, gadai atau akad muamalah apa saja disamakan dengan jual beli dan makruh dilakukan pada saat adzan shalat.

B.       Dasar Dasar Qiyas
      Para ulama menetapkan kekuatan Qiyas sebagai hujjah dengan mengambil dalil dari Al Quran, al Sunah, pendapat dan perbuatan sahabat, juga illat illat rasional;
مِنْكُمْ الأمْرِ وَأُولِي الرَّسُولَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ أَطِيعُوا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
كُنْتُمْ إِنْ وَالرَّسُولِ اللَّهِ إِلَى فَرُدُّوهُ شَيْءٍ فِي تَنَازَعْتُمْ فَإِنْ
تَأْوِيلا وَأَحْسَنُ خَيْرٌ ذَلِكَ الآخِرِ وَالْيَوْمِ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa : 59)
    Allah telah memerintahkan pada kaum mukminin untuk mengembalikan permasalahan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rosul, jika mereka tidak mendapatkan hukumnya dalam Al Quran As Sunah maupun ketetapan ulil amri maka menyamakan peristiwa yang tidak memiliki nash dengan peristiwa yang memiliki nash karena kesamaan illat hukumnya adalah termasuk mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rosul Nya karena mengikuti hukum yang ditetapkan oleh Allah dan Rosulullah.



C.       Rukun Qiyas
1.    Al Ashlu, kejadian yang hukumnya disebutkan dalam nash. Disebut juga al Maqiyis’alaih, al Mahmuul’alaih, dan Musyabbah bih (yang digunakan sebagai ukuran pembanding atau yang dipakaiuntuk menyamakan)
2.    Al Far’u, kejadian yang hukumnya tidak disebutkan dalam nash, maksudnya adalah untuk disamakan dengan Al Ashlu dalam hukumnya. Disebut juga Al Maqiys, al Mahmuul, dan Musyabbah (yang diukur dibandingkan dan disamakan)
3.    Al Hukmul Ashliy, hukum syara yang dibawa oleh nash dalam masalah asal. Tujuannya adalah menjadi hukum dasar bagi masalah baru.
4.    Al ‘illah, alasan yang dijadikan dasar oleh hukum asal yang berdasarkan adanya illat itu pada masalah baru maka masalah baru itu disamakan dengan masalah asal dalam hukumnya.
Al-ashlu
Al-far’u
‘illat
Hukum
Khamar
Narkoba
Memabukkan
Haram

D.       Macam Macam Qiyas dan Kehujahannya
1.   Macam Macam Qiyas
a. Qiyas Aulawi, yaitu qiyas yang hukumnya pada far’u lebih kuat daripada hukum asl, karena ‘illat yang terdapat pada far’u lebih kuat daripada yang ada pada asl. Misalnya meng-qiyas-kan memukul, pada ucapan “ ah” terhadap orang tua dengan ‘illat menyakiti. Keharaman pada perbuatan “memukul” lebih kuat dari pada keharaman pada ucapan “ah”, karena sifat menyakiti yang terdapat pada memukul lebih kuat dibandingkan dengan ucapan “uff”.
b. Qiyas Musawi, yaitu hukum pada far’u sama kualitasnya dengan hukum yang ada pada asal, karena kekuatan ‘illatnya juga sama. Misalnya keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman Allah surah An-nisa’ ayat 10 yang artinya, “Sebenarnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
Dari ayat diatas kita dapat mengqiyaskan bahwa segala bentuk kerusakan atau kesalahan pengelolaan atau salah menejemen yang menyebabkan hilangnya harta tersebut juga dilarang seperti memakan harta anak yatim tersebut.
  1. Qiyas Adna yaitu ‘illat pada far’u lebih lemah dibandingkan dengan ‘illat  yang ada pada asl. Misalnya meng-qiyas-kan buah apel pada gandum dalam hal berlakunya riba fadhi, karena keduanya mengandung ‘illat yang sama, yaitu sama-sama jenis makanan. Memberlakukan hukum riba pada apel lebih rendah daripada berlakunya hukum riba pada gandum, karena ‘illatnya lebih kuat.

2. Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.
Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah      Surat An Nisa ayat 59 seperti yang sudah tercantum diatas. Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan wajib diamalkan. Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’ kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.











BAB III
PENUTUP



A.      Kesimpulan
       Qiyas menurut istilah adalah menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak mempunyai nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum sebab sama dalam illat hukumnya. Para ulama menetapkan kekuatan Qiyas sebagai hujjah dengan mengambil dalil dari Al Quran, al Sunah, pendapat dan perbuatan sahabat, juga illat illat rasional.
      Allah telah memerintahkan pada kaum mukminin untuk mengembalikan permasalahan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rosul, jika mereka tidak mendapatkan hukumnya dalam Al Quran As Sunah maupun ketetapan ulil amri maka menyamakan peristiwa yang tidak memiliki nash dengan peristiwa yang memiliki nash karena kesamaan illat hukumnya adalah termasuk mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rosul Nya karena mengikuti hukum yang ditetapkan oleh Allah dan Rosulullah.
  Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.

B.       Saran
Kami mohon maaf atas segala kekurangan makalah ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Maka dari itu agar sempurnanya makalah ini, kami mohon kritik dan saran.
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yaitu dengan menambah pengetahuan tentang sumber hukum qiyas. Semoga utuk penyusunan makalah selanjutnya bisa menjadi lebih baik lagi.
Daftar Pustaka


Khallaf, A Wahhab. 2002. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta :Pustaka Amani.

2010. makalah fiqih qiyas, http://www.jawaposting.blogspot.com/2010/01/ makalah-fiqih-qiyas.html, di akses pada tanggal  13 april 2015.

Hadi, Syaikhul. 2013. Makalah tentang qiyas, http://syaikhul-hadi.blogspot.com/2013/04/makalah-tentang-qiyas.html, di akses pada tanggal 13 april 2015.




Comments

Popular posts from this blog

BIOPSIKOLOGI

PENILAIAN BERBASIS KELAS

Sifat, hakikat, dan aktifitas kejiwaan manusia dalam kehidupan